• Kalo kamu memang Anak generasi 90an, pasti sudah memasuki fase di mana menunggu Doraemon dan Nobita Serta...
  • Daftar Album Lagu Ungu Religi Terbaru Komplit
  • Meski diangkat dari komik dari DC yang melahirkan beberapa manusia super kelas kakap seperti Superman atau Batman, tetapi tidak berlaku untuk film ini. Dia adalah Harley Quinn.

STAND BY ME DORAEMON 2 (2020) REVIEW: Sekuel yang Tetap Menghangatkan Hati Penontonnya

Kalo kamu memang Anak generasi 90an, pasti sudah memasuki fase di mana menunggu Doraemon dan Nobita Serta barang-barang ajaibnya dari masa depan yang bikin ngiler. Tak salah, apabila Stand By Me Doraemon pertama yang telah rilis di tahun 2014 lalu laku keras saat Rilis di Indonesia. Ya, Penonton Indonesia sangat dekat dengan serial animasi dari Jepang satu ini. Maka, ketika muncul berita akan ada sekuel dari film satu itu, penikmat film yang dekat dengan karakter satu ini akan sangat menyambut dengan gembira.

Ryuichi Yagi dan Takashi Yamazaki kembali menahkodai anime dari Fujiko F. Fujio dalam bentuk animasi tiga dimensi dan layar lebar ini. Sebelumnya, duo sutradara ini juga mengarahkan film pertamanya dan berhasil merangkum kisah-kisah lamanya menjadi sesuatu yang segar.

Apabila Stand By Me Doraemon pertama adalah kumpulan cerita-cerita kisah lama yang didaur ulang menjadi 90 menit yang utuh. Di film keduanya kali ini, duo sutradara ini masih mengadaptasi kisah animasi pendeknya. Alih-alih menjadikan film keduanya sebagai fragmen, Stand By Me Doraemon 2 lebih memiliki cerita utuh untuk disampaikan. Kekuatan film keduanya bukan lagi tentang nostalgia, tapi bagaimana merangkum kisah time travel, cinta, persahabatan, dan keluarga menjadi satu film yang solid.

Kisah dimulai dari Nobita yang tiba-tiba ingin kembali ke masa lalu bertemu dengan neneknya yang selalu ada buatnya. Tak hanya sekedar bertemu, tapi Nobita juga ingin melihat neneknya bahagia untuk terakhir kalinya. Dari ingin melihat Nobita tumbuh jadi dewasa dan masuk sekolah, hingga permintaan terakhir sang Nenek untuk melihatnya menikah. Tentu, dengan bantuan Doraemon, Nobita berusaha untuk menuruti permintaan sang Nenek.

Tetapi, dengan satu permintaan Neneknya yang terkabul, kemungkinan di masa depan Nobita juga terganggu. Saat di masa depan dan di hari pernikahan Nobita dan Shizuka, Nobita hampir saja gagal melaksanakan acara terpenting dalam hidupnya ini. Nobita dan Doraemon dari masa kini pun berusaha untuk pernikahannya tetap berjalan sekaligus bisa membuat mimpi Neneknya juga terwujud.

Dengan satu sinopsis cerita dari Stand By Me Doraemon 2 yang memiliki satu tujuan, ternyata Ryuichi Yagi dan Takashi Yamazaki menantang diri mereka saat menuturkan kisahnya. Menggunakan pendekatan time travel yang lebih rumit dengan clue yang disebar di awal filmnya. Sedikit terlalu harfiah secara visual, tetapi mungkin itu cara mereka agar Stand By Me Doraemon 2 yang memiliki audiens anak-anak bisa mengerti rumitnya time travel yang sedang dituturkan.

Layaknya sebuah lingkaran, penuturan kisah dari Stand By Me Doraemon 2 ini akan bertemu di penghujung awal cerita yang sama sebelum akhirnya memiliki cabang cerita lain untuk penyelesaiannya. Clue yang disebar di sepanjang kisahnya pun menjadi trivia-trivia kecil yang potongan puzzle yang menunggu untuk disusun. Tapi, tentu saja bukan sebuah puzzle yang rumit, hanya saja potongan puzzle itu penting agar menjadi sebuah gambar yang utuh.

Jadi, tema time travel di dalam ini bukan menjadi salah satu hal penting di dalam filmnya. Hal penting lainnya yang ada di dalam Stand By Me Doraemon 2 adalah kisahnya yang hangat tentang cinta, keluarga, dan persahabatan. Duo sutradara ini berhasil mengolah emosi di dalam filmnya. Di paruh terakhir filmnya serta adegan-adegan di mana Nobita dan Neneknya akan berhasil mengaduk perasaan penontonnya. Punch-nya bakal ada di penghujung filmnya. Maka, siap-siap tisu saja apabila kamu mudah terbawa suasana sedihnya yang ada di film ini.

Berbeda dengan film pendahulunya, Stand By Me Doraemon 2 ini akan terasa lebih kompleks dari sisi cerita. Tapi dalam mengolah rasa, Stand By Me Doraemon 2 juga memiliki hal yang serupa. Hanya saja, film keduanya mengulik lebih dalam tentang hubungan dengan keluarga dan berdamai dengan diri sendiri. Sebagai sebuah sekuel, Ryuichi Yagi dan Takashi Yamazaki berhasil berada di posisi yang sama dengan sebelumnya. Bikin hati hangat nontonnya.



RAYA AND THE LAST DRAGON (2021) REVIEW: Misi Disney Memberikan Pesan Tentang Perdamaian

Disney kembali berusaha untuk merepresentasikan (baca: mengkapitalisasikan) kebudayaan yang ada di seluruh Dunia lewat karya-karya animasinya. Tujuannya (mungkin) mulia untuk bisa mengenalkan budaya tertentu yang mungkin belum pernah diketahui oleh orang sebelumnya. Sejak Moana yang sangat menitikberatkan nilai-nilai luhur budaya Polynesian di dalam filmnya. Mungkin belum seutuhnya benar dalam memberikan representasi, tapi Disney memiliki arah ke sana.

Kali ini, Disney menghadirkan kisah yang diambil dari kultur budaya Asia Tenggara. Bukan mewakili salah satu negara, tapi berusaha untuk menggabungkan budaya dari negara-negara tersebut.


Raya and The Last Dragon disutradarai oleh Don Hall yang pernah menggawangi Big Hero 6 yang juga mengangkat sedikit kultur asia. Serta, ada pula Carlos Lopez Estrada, sutradara yang pernah melahirkan kisah hebat dan penting dalam debutnya lewat film Blindspotting. Film ini juga dimeriahkan oleh pengisi suara dengan nama-nama besar seperti Awkwafina, Kelly Marie Tran, Gemma Chan, Benedict Wong, hingga Sandra Oh.


Usaha Disney untuk bisa memberikan sentuhan berbeda dalam karakter-karakter Princess Disney sudah ada sejak kemunculan Tangled. Di mana karakter perempuannya mulai sedikit mendominasi dan bisa mengambil keputusannya sendiri. Hal ini berkembang hingga titiknya adalah dalam film Moana di mana tak ada sedikit pun mengulik tentang problematika cinta dalam filmnya. Raya and The Last Dragon juga memiliki hal serupa di dalam filmnya. Fokus tentang bagaimana perempuan bisa menyelamatkan dunianya.



Begitulah yang terjadi dalam konflik yang diangkat di dalam film ini. Negara Kumandra yang ditinggali oleh Raya (Kelly Marie Tran) ini tak lagi bersatu. Negara Kumandra yang terdiri dari Heart, Tail, Fang, Talon,  dan Spine ini terpecah karena Dragon Gem yang disimpan di tempat milik Heart. Maka dari itu, untuk mengilangkan kebencian yang selama ini terjadi, Chief Benja (Daniel Dae Kim), ayah Raya, berusaha untuk mempersatukan kaum-kaum ini sehingga Kumandra menjadi satu lagi.


Tetapi yang terjadi malah terjadi pengkhianatan. Dragon Gem ini terpecah menjadi beberapa bagian yang disimpan oleh setiap kaum di dalam Kumandra. Hal ini mengakibatkan Druun datang kembali menyerang manusia dan mengubahnya menjadi batu. Hingga 6 tahun kemudian semenjak konflik ini berlangsung, Raya berusaha untuk menemukan kembali Naga terakhir untuk membantunya mengumpulkan kembali Dragon Gem yang terpecah dan membuat negara Kumandra bersatu kembali. Tetapi, yang terpenting bagi Raya adalah mengembalikan kembali sang Ayah yang terkena serangan Druun.



Kisah yang diangkat oleh Raya and The Last Dragon ini memang sangat khas Disney. Pernah dipakai oleh kisah-kisah Disney yang lain. Jadi, meskipun Raya and The Last Dragon ini tak diadaptasi dari kisah yang ada, tapi bukan berarti film ini sepenuhnya orisinil. Meski begitu, di kisahnya yang formulaik ini, Raya and The Last Dragon berhasil menjadi sebuah tontonan yang menarik untuk diikuti hingga akhir. Raya and The Last Dragon menjadi entry film animasi Disney yang ditangani dengan matang sehingga hasilnya pun solid.


Segala penuturan kisahnya berjalan lancar dengan berbagai filosofi tentang persatuan dalam perbedaan yang berusaha disematkan di dalam berjalannya plot di film ini. Pun, tetap diselingi dengan guyonan segar yang dengan Mudah membuat penontonnya tertawa. Inilah yang penting dalam Raya and The Last Dragon. Di mana kisahnya yang familiar ini berhasil dituturkan lagi dengan baik oleh Don Hall dan Carlos Lopez Estrada. Sehingga, mengikuti perjalanan Raya di 100 menitnya untuk mengumpulkan dragon gem di berbagai tempat ini akan terasa sangat mengasyikkan dan seru untuk dinikmati bagi penonton di semua kalangan usia.


Selain bagaimana penuturan kisah dan bagaimana kedua sutradara di film animasi ini berkolaborasi hingga menjadi harmoni, ada beberapa pesan simbolik lain yang berusaha disampaikan di dalam filmnya. ‘Misi penyelamatan dunia’ yang diangkat di film ini bukanlah usaha untuk memenuhi ego seseorang saja. Tetapi, dunia yang ditempati oleh banyak orang ini juga perlu usaha dari orang-orang lain dengan tujuan yang sama agar bisa ditinggali dengan damai.



Maka dari itu, kelima karakter yang ada di dalam film ini dan membantu Raya seakan memberikan pengertian tentang lintas generasi yang memiliki tujuan yang sama. Dari Raya, Namaari, Boun, Tong, hingga Noi adalah perwakilan dari setiap generasi dari Boomer hingga Gen Z. Seakan memberikan pengertian kepada penontonnya bahwa apabila setiap generasi memiliki tujuan yang sama tanpa adanya perasaan superior dibanding yang lain, sepertinya dunia akan lebih tentram. Begitu pula Druun yang menggambarkan tentang kebencian di dunia yang lahir dari manusia yang saling terpecah belah dan acuh atas satu sama lain. Memberikan pesan bahwa Druun yang mengubah manusia menjadi batu ini adalah hati mereka yang sudah sekeras batu dan mementingkan ego pribadi masing-masing.


Pun, setiap karakternya juga memiliki keberagaman dalam gender bahkan elemen dalam Dunia. Tak hanya manusia saja yang hadir sebagai makhluk hidup, tapi juga ada makhluk-makhluk lain yang sesungguhnya bisa hidup secara harmoni.


Pesan tentang perdamaian, tentang menjadi satu, adalah misi Raya and The Last Dragon dalam konfliknya. Semua elemen harus bisa berjalan beriringan dan saling mempercayai satu sama lain seperti kaum-kaum yang ada di film ini sehingga Kumandra bisa kembali Utuh. Pesan penting yang dituturkan secara simbolik ini dirangkum dengan sangat menyenangkan. Meski tidak dapat referensinya secara detil, pesannya pun tetap tersampaikan.



Untuk urusan representasi tentang negara Asia Tenggara di dalam Raya and The Last Dragon, mungkin para kreator menyematkan beberapa unsur dan menggabungkannya menjadi satu. Ini mungkin akan membuat representasinya sedikit kabur. Tapi, setidaknya lewat Raya and The Last Dragon, Disney mulai memunculkan awareness kepada dunia tentang eksistensi dari benua ini. Menjadikannya sebagai jalan pembuka tentang kultur Asia Tenggara lain yang menarik untuk diangkat di dalam film-film lainnya.


Sehingga, dengan segala pesan, kemegahan, dan keseruan dalam Raya and The Last Dragon, membuatnya menjadi salah satu Disney Canon terbaik di beberapa tahun terakhir ini. Bahkan, di antara kisah-kisah Disney Princess (bila mau disebut demikian untuk karakter satu ini) terbaru, Raya and The Last Dragon adalah yang terbaik yang pernah ada. Sebuah modern classic yang sayang untuk dilewatkan begitu saja! Bagus sekali!


[NOW STREAMING] COUNTERPART (2017)


Yang kenal J.K. Simmons lewat penampilannya di film Whiplash menjadi sosok guru musik yang kejam dan langsung terkesima dengan aktingnya, kali ini dia akan memukaumu dengan serialnya. J.K. Simmons bermain di dalam sebuah serial yang dibuat oleh Justin Marks. Kali ini bukan sebagai guru musik lagi, tetapi sebagai seorang agen yang sedang menuntaskan kasus yang ditanganinya.


Serial yang dibintangi oleh J.K. Simmons ini berjudul Counterpart. Terdiri dari 10 episode dengan masing-masing sepanjang 50 menit, serial satu ini sudah memiliki musim keduanya yang rilis di tahun 2018. Buat yang penasaran, kamu bisa cobain musim pertamanya di Mola TV dan mengikuti perburuan seseorang beda dunia yang seru untuk diikuti Setiap episodenya.


Bagaimana tidak, serial satu ini ternyata mengulik tentang alternate universe yang tak pernah diketahui sebelumnya. Menggunakannya sebagai cara untuk bisa menangkap kriminal yang sedang berkeliaran agar bisa menghentikan kejahatan yang sedang melanda. Makanya, dibutuhkan dua universe berbeda untuk bisa melakukan hal tersebut sejak awal. Counterpart tak hanya dibintangi oleh J.K. Simmons, ada pula Olivia Williams, Sara Serraiocco, dan masih banyak lagi.



Tentu saja fokus utama dari serial Counterpart ini adalah kepada karakter yang diperankan oleh J.K. Simmons. Kehidupannya sebagai karakter Howard Silk pada awalnya baik-baik saja. Menjalani kehidupan sebagai seorang yang bekerja di lembaga negara di Berlin. Tetapi, dirinya merasa memiliki keinginan untuk melakukan hal lebih dalam hidupnya. Oleh karena itu, dia meminta promosi kepada atasannya untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang besar.


Permintaan itu dikabulkan oleh atasannya. Tetapi, Howard malah dihadapkan dengan masalah yang lebih rumit, lebih besar, dan malah membuatnya kaget. Di hadapannya, telah ada seseorang bernama Prime, yang secara fisik benar-benar persis dengan dirinya. Setelah diberitahu, dia adalah dirinya di dunia paralel yang berbeda. Kedatangannya di sini adalah untuk menghentikan kejahatan yang akan dilakukan oleh seseorang bernama Baldwin. Dia datang untuk mengancam orang-orang terdekat dalam hidup Howard.



Bagi pecinta film-film bertema time travel, parallel universe, pasti akan dengan mudah menyukai Counterpart ini. Kamu akan diajak untuk mengulik misteri demi misteri di setiap episode-nya yang Sangat menarik untuk diikuti. Serta, diajak untuk memahami parallel universe yang muncul di serial ini di mana timeline kehidupan karakternya adalah beriringan tetapi ada satu titik di mana mereka harus bersimpangan. Sehingga, output setiap karakternya pun akan berbeda.


Maka dari itu, muncullah dua karakterisasi yang berbeda di dalam film ini. Ada Howard dan Prime, yang keduanya diperankan oleh dua orang yang sama. Dengan performa akting yang pintar dari J.K. Simmons, dirinya bisa menjelma menjadi dua orang yang berbeda di satu frame yang sama. Dirinya pun berhasil meyakinkan penontonnya bahwa mereka adalah dua karakter yang berbeda dengan nasib serta kehidupan yang berbeda pula satu sama lain.


Counterpart juga akan mengajak penontonnya untuk menyelami masa lalu karakternya dengan cara yang personal. Sehingga, penonton yang akan menikmati serial ini juga akan ikut bersimpati kepada setiap karakternya. Tak hanya protagonis utama dan pendukungnya, tetapi juga karakter antagonisnya yang juga menunjukkan sisi vulnerable di dalam hidupnya.



Setiap masa lalu dari setiap karakternya ini ternyata penting buat diikutin karena bisa menjadi cara untuk menikmati parallel universe di dalam serial satu ini. Menjadi konflik utama dalam misi pencariannya sehingga sekali nonton Counterpart sejak episode pertama, pasti akan langsung ketagihan untuk mengetahui akhir ceritanya.


Daripada kamu penasaran, langsung saja langganan Mola TV sekarang, saluran streaming resmi dan seru! Dengan harga Rp12.500 saja, kamu udah bisa akses selama 30 hari dan nonton Counterpart season pertama sampai habis. Bisa juga buat cari-cari tontonan lain di sana yang gak kalah keren dan banyak hidden gem! Buat yang mau nonton Counterpart, bisa langsung cek aja di sini

SAINT MAUD (2020) REVIEW: Debut Horor Spiritual yang Sangat Menjanjikan

Tanpa menunjukkan keberadaan makhluk astralnya, film horor bisa saja tetap mencekam bagi penontonnya. Seperti saat melihat bagaimana perjalanan Maud mengalami perjalanan spiritualnya dalam film debut penyutradaraan yang dari Rose Glass. Siapa sangka kisah yang relijius ini bisa sangat menghantui pikiran penontonnya dari awal hingga akhir film.

Saint Maud, film yang dibintangi oleh Morfydd Clark ini diproduseri oleh salah satu rumah produksi yang selalu melahirkan film-film dengan tema alternatif, A24. Tanpa nama-nama populer, tapi film dengan genre horor saja sudah memiliki penggemarnya sendiri. Ditambah dengan bagaimana penasarannya penonton genre tersebut dengan apa yang dibuat Oleh rumah produksi satu ini. Rekam jejaknya sudah jelas terlihat lewat film-filmnya yang selalu memberikan sesuatu yang baru.

Dari It Follows hingga Midsommar, A24 selalu memberikan faktor lain dalam karya horornya dan memiliki magnetnya sendiri. Menekankan horor atmosferik dibanding dengan jump scare menjadi formula bagi rumah produksi satu ini. Begitu pula yang terjadi dalam film Saint Maud. Bahkan, tema dalam Saint Maud juga sangat provokatif. Menilik karakternya yang hilang arah dalam ajaran tuhan yang dia yakini.

Begitulah Maud (Morfydd Clark) yang sedang berusaha keras menghilangkan rasa bersalah atas masa lalunya. Dia pun berusaha untuk mendekatkan diri dengan agama yang dia yakini dan melayani seseorang sebagai balas budinya. Maud menjadi seorang perawat untuk mantan penari terkenal yang terkena penyakit kanker ganas bernama Amanda (Jennifer Ehle). Maud berusaha sekuat tenaga untuk bisa mendampingi Amanda hingga akhir hidupnya.

Tetapi, apa yang dilakukan Maud ternyata melewati batas. Dia secara tidak langsung ingin menjadi pusat perhatian dari Amanda. Melakukan banyak hal-hal lain demi mendapatkan reassurance dari Amanda. Semua ini dia lakukan atas nama ajaran keyakinan yang dia percaya. Tetapi, dia pun berusaha mempertanyakan dirinya, apakah yang dilakukan ini benar dan sesuai dengan jalan sosok teratas dari sesuatu yang dia yakini (re: agama).

Perjalanan spiritual yang mencekam.

Mungkin pernyataan itulah yang cocok untuk menggambarkan bagaimana Saint Maud ini berlangsung. Film yang diarahkan oleh Rose Glass ini terfokus menjadi sebuah studi karakter seseorang menemukan jalan spiritualnya menemukan apa yang dianggap benar. Hal inilah yang dikonversi oleh sang sutradara menjadi sebuah tontonan yang mencekam. Karena membahas tentang kebenaran itu siapa yang tahu. Bisa saja dalam perjalanannya, seseorang itu bisa tersesat di dalamnya.

Maud mungkin menjalankan setiap perintah yang dianggap dirinya benar. Tetapi, penonton akan merasakan kengerian itu. Ada banyak ketidakpastian yang terjadi di dalam film ini sehingga membuat penontonnya merasa tak nyaman. Selama 95 menit, penonton mungkin akan ikut lelah dan terhanyut dengan segala tingkah karakter utamanya. Selain tentang kebenaran, ada pengalaman-pengalaman masa lalu yang membuat karakter Maud semakin kompleks.

Maka penonton pun akan merasakan apa yang dilakukan oleh Maud ini adalah cara dia mencari kebenaran atau Malah dia mencari pembenaran atas segala hal yang dia lakukan. Menarik ketika Rose Glass menggunakan sudut pandang orang ketiga atau penonton sebagai seseorang yang mengikuti perjalanan Maud sepanjang film. Tetapi, menuju konklusi film, bagaimana Maud berusaha untuk ‘mensucikan’ dirinya, Rose Glass menggunakan sudut pandang karakter utamanya. Di situlah, sebuah adegan dengan dua perspektif berbeda dengan cepat dijadikan konklusi. Menunjukkan bahwa tentang kebenaran yang diyakini seseorang adalah sebuah perdebatan yang tak akan habis untuk dibahas.

Saint Maud, sebagai sebuah film horor itu sendiri juga berhasil membuat penontonnya bergidik ngeri. Mungkin bisa dibilang Saint Maud adalah sebuah psychological horor yang berhasil menghantui penontonnya sepanjang film. Karena kekuatan Saint Maud dalam menakut-nakuti penontonnya adalah dengan bagaimana sang penonton berinterpretasi atau menerka-nerka tentang apa yang terjadi di dalam filmnya. Hingga di akhir filmnya itu pun, perasaan ‘terganggu’ itu masih ada dan membekas. 

Hal ini juga didukung oleh performa Morfydd Clark yang berhasil menggambarkan kebingungan sosok Maud yang hilang arah. Performanya yang subtle tapi sangat mencekam ini mempengaruhi tujuan Rose Glass untuk membuat Saint Maud menjadi sebuah horor atmosferik yang mengikat penontonnya. Untuk sebuah debut penyutradaraan, karya pertamanya ini sangat menjanjikan. Gila!

[NOW STREAMING] TWO WEEKS TO LIVE


Kalau dunia bakal berakhir, pasti ada banyak list kegiatan yang bakal dilakuin.

Hal ini lah yang dibahas di dalam limited series yang dibintangi oleh Maisie Williams. Limited series ini dibuat oleh Gaby Hull dengan memiliki 6 episode di dalam satu musimnya. Series ini berjudul Two Weeks To Live yang bisa kamu tonton lewat Mola TV. Aplikasi streaming satu ini memiliki berbagai macam series terbaru di dalam library-nya dan pastinya keren-keren banget.

Tak hanya dibintangi oleh bintang dari serial Game of Thrones, Maisie Williams, tapi juga beberapa nama lain ikut terlibat di dalam limited series ini. Dari Jason Flemyng, Sian Clifford, dan Mawaan Rizwan. Two Weeks To Live adalah limited series buatan inggris yang setiap episode-nya memiliki durasi hanya 25 menit saja. Jadi, mengikuti limited series akan lebih mudah dan menyenangkan. Terlebih, memang serial satu ini punya dark comedy yang kental sehingga di balik segala tragedi di setiap konfliknya, penonton pun juga akan diajak untuk menertawakan tragedi tersebut.

Kisahnya memang terfokus tentang sosok perempuan yang telah terisolasi oleh kehidupan manusia. Dia datang ke kota untuk menyelesaikan beberapa to-do list dan misi dalam hidupnya. Yep, perempuan itu adalah Kim (Maisie Williams), yang kabur dari rumah untuk bisa menyelesaikan misi dalam hidupnya ini sebelum kembali ke rumah bersama dengan Ibunya, Tina (Sian Clifford).

Kim berniat untuk melakukannya perlahan-lahan sampai bisa menyelesaikan semuanya. Tetapi, di tengah dia menjalankan kegiatannya, di sebuah bar dia bertemu dengan Nicky (Mawaan Rizwan) dan saudaranya, Jay (Taheen Modak). Mereka jadi akrab hingga akhirnya Jay iseng membohongi Kim bahwa dunia akan segera berakhir dalam 2 minggu. Kim yang panik langsung segera menuntaskan misi pentingnya terlebih dahulu yang melibatkan sang ayah yang sudah tiada dan masa lalunya yang kelam.

Di sinilah segala konfliknya dimulai. Serial satu ini akan mengajak penontonnya untuk menelusuri berbagai macam misteri, kebohongan, dan berbagai macam cerita yang tak pernah disangka sebelumnya. Sekaligus mengikuti perjalanan karakter Kim dengan segala daftar kegiatan yang harus dilakukan sebelum dunia berakhir dengan segala alasannya ini.

Limited series ini akan didominasi oleh kisahnya lebih condong ke komedi. Jadi, meski dengan berbagai konfliknya yang serius, kemasan dari serialnya memang sangat ringan dan dibuat agar penontonnya terus terhibur di setiap episodenya. Dengan premis cerita yang terlihat remeh, tapi serial ini menggali dalam setiap alasannya dengan cara yang menarik. Jadi, di setiap episode-nya akan membuat penontonnya terkejut karena akan ada rahasia-rahasia lain yang terungkap. Tak hanya tentang misinya, tetapi juga tentang karakternya terlebih tentang background story dari karakter utamanya. Jadi, siap-siap saja.

Menarik pula melihat Maisie Williams ini melakukan peran yang berbeda dibandingkan apa yang dia lakukan di Game of Thrones. Performa aktingnya sebagai Kim, sosok karakter yang hidupnya terkunci di sebuah hutan dan baru saja datang ke kota ini berhasil meyakinkan penontonnya. Meski tetap tampil sebagai sosok yang pandai untuk bermain dengan senjata tajam atau senapan, tetapi kepolosan karakternya yang harus disampaikan penontonnya berhasil mengundang tawa. Tanpa performa yang apik dari Maisie Williams, Two Weeks To Live  tak akan semenyenangkan ini untuk diikuti.

Jadi, Two Weeks To Live  adalah limited series yang menarik untuk diikuti. Singkat, tapi setiap episode-nya memiliki beberapa kejutan dengan misi-misi yang unpredictable. Kalo mau nonton serial ini, bisa langsung langganan akses ke Mola TV dengan harga Rp12.500 saja untuk 30 hari. Yang mau Nonton limited series ini bisa langsung ke sini.

[NOW STREAMING] ROMULUS (2020)

Mitologi Romawi dan hal-hal historis lainnya bisa jadi sangat menarik untuk disimak ceritanya. Apalagi jika berbicara tentang bagaimana Kota Roma terbentuk. Tentu, tak bisa lepas dengan cerita tentang Romulus dan Remus. Buat yang suka banget cerita-cerita bertema medieval yang mengulik tentang sisi sejarah dari sebuah kota, Mola TV punya sebuah mini seri yang bisa kamu tonton di sana.

Romulus, sebuah mini seri yang dibuat oleh Matteo Rovere ini setiap episodenya memiliki durasi 1 jam. Menarik untuk mengikuti kisah yang ditawarkan oleh Matteo dalam serial Romulus ini. Tentu berdasarkan sebuah kisah nyata tentang bagaimana Kota Roma terbentuk. Tetapi, ini tidak bisa menjadi tolak ukur utama buat penontonnya untuk mengetahui secara persis bagaimana sejarah tentang Kota Roma. 

Tetapi, setidaknya lewat serial satu ini, penonton mendapatkan sesuatu hal yang menarik dan mendapatkan sebuah kisah garis besar tentang terbangunnya salah satu kota terbesar di Italia. Yang membuat serial televisi ini makin menarik adalah bagaimana ceritanya dikisahkan dengan bahasa aslinya. Jadi, bahasa Latin kuno menjadi bahasa yang dipakai untuk setiap dialog dari film ini. Hal ini yang membuat serial satu ini menjadi semakin menarik dan terasa lebih autentik untuk menceritakan kisah tentang awal mula Kota Roma yang menarik ini.

Kisah dari serial ini dimulai dari sebuah bencana besar melanda 30 suku yang ada di sana. Mereka harus mengalami kekeringan yang cukup lama dan membuat mereka tidak bisa menikmati air bersih untuk kehidupan sehari-hari mereka. Tentu, ini menjadi sebuah masalah besar di negara mereka. Maka dari itu, beberapa raja besar berusaha berkumpul untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menunggu petunjuk dari Dewa.

Harus ada yang berkorban agar bencana kekeringan ini segera berakhir dan yang berkorban adalah Raja Numitor. Dia harus mengasingkan diri dan memberikan tahta kepada cucu kembarnya yaitu Enitos dan Yemos. Tetapi, permasalahan nggak berhenti sampai disitu saja. Karena ada banyak masalah yang disampaikan di dalam serial ini hingga konflik berakhir. 

Menarik dari Romulus adalah mereka memiliki banyak cabang cerita dengan satu konflik utama yang sama. Memiliki 3 point of view yang berbeda dari karakter-karakternya tentang konflik di sepanjang serialnya ini. Dari kisah pengasingan Raja Numitor, lalu bagaimana Yemos dan Wiros ikut andil dalam segala masalahnya, hingga sebuah sudut pandang lain dari seorang pendeta perempuan bernama Ilia. 

Tentu dengan banyak sudut pandang dan karakter di dalam serial ini akan membuat kisah-kisah di dalamnya akan semakin kaya. Menjadikan setiap episodenya akan semakin menarik untuk diikuti apalagi bagi orang-orang yang menyukai serial dengan tipe cerita serupa. Kompleksitas ceritanya juga akan semakin bertambah apalagi kisah ini juga memiliki dasar cerita dari sejarah yang sama.

Belum lagi unsur-unsur lain di dalam serial ini yang menarik untuk disimak. Mulai dari tatanan set produksi yang megah sekaligus meyakinkan. Sehingga, penonton juga akan ikut tenggelam menikmati kisahnya yang terasa begitu nyata. Karena mereka bisa membangun nuansa abad 8 sebelum Masehi dengan begitu detail dengan skala yang cukup masif. Apalagi didukung dengan pemilihan aktor dan aktrisnya yang berasal dari Italia dengan penggunaan bahasa yang terasa lebih akurat.

Jelas, ini menjadi salah satu serial menarik yang dimiliki oleh streaming platform Mola TV. Apalagi, streaming platform ini official karena bekerjasama dengan Sky Italia untuk menayangkan setiap episode dari Romulus secara bersamaan. Makanya, tinggal langganan aja Mola TV cuma Rp12.500,00 dan dapetin aksesnya selama sebulan. Buat yang mau nonton serialnya bisa langsung di sini.

PAWN (2020) REVIEW: Kisah Keluarga Tak Utuh yang Bikin Air Mata Jatuh

Korea dan film drama tentang keluarga selalu mencuri perhatian. Negaranya yang masih berada di kawasan Asia ini membuat penonton Indonesia masih bisa terasa dekat dengan kisah yang ditawarkan. Masih ada kedekatan budaya Korea yang masih relatable bagi penonton Indonesia. Maka dari itu, penonton Indonesia dengan mudah terkoneksi. 

Kedatangan sebuah trailer dari film keluarga terbaru berjudul Pawn produksi CJ Entertainment ini seakan menjadi magnet bagi penggemar film Korea bertema keluarga. Apalagi, ada nama Sung Dong-Il yang sudah terbiasa bermain di film-film bertema serupa. Film ini garapan Kang Dae-gyu ini juga dibintangi oleh nama-nama terkenal seperti Kim Hee-Won hingga Ha Ji-Won. Bukan kali pertama Kang Dae-gyu mengarahkan sebuah film drama tentang dysfunctional family. Film berjudul Harmony juga adalah film yang diarahkan olehnya.

Sehingga, tak salah apabila Kang Dae-gyu sudah tahu bagaimana mengolah emosi untuk mengantarkan kisah keluarga tak utuh dari film Pawn ini. Dengan mudah bagi Kang Dae-gyu mengetahui ritmenya mengantarkan kisah dari filmnya untuk bisa membuat penontonnya bersimpati dengan para karakternya. Inilah yang penting karena bagaimana film Pawn ini mengajak penontonnya untuk mengikuti perjalanan hidup karakternya yang sedang berkembang dalam durasinya sepanjang 115 menit.

Karakter-karakternya bertemu dalam setting tahun 1993, di mana Doo-Seok (Sung Dong-Il) adalah seorang debt collector yang memiliki rekan kerja bernama Jong Bae (Kim Hee-Won). Mereka menjalankan tugas mereka untuk menagih orang-orang yang berhutang di perusahaan tempat dia dikerjakan. Hingga akhirnya, dia menagih kepada seorang Ibu bernama Myung Ja (Yunjin Kim). Dia memiliki satu orang anak bernama Seung Yi kecil (Park Seo-Yi).

Myung Ja belum bisa membayar hutangnya karena sang suami kabur dengan wanita lain. Hal ini semakin membuatnya bingung karena keesokan harinya, Myung Ja harus dideportasi dari Korea karena dia tak memiliki izin tinggal di sana karena dirinya berasal dari China. Karena tidak bisa membayar, akhirnya Doo-Seok menggunakan Seung Yi sebagai jaminan. Myung Ja pun harus memutar otak untuk bisa menebus anaknya dan hidup bersamanya.

Perjalanan untuk mengantarkan ceritanya dengan setting jadul hingga masa kini pun tak diantarkan dengan lurus saja. Kang Dae-gyu berusaha bermain dalam penuturannya sehingga adegan pembukanya pun sudah diperlihatkan bagaimana Seung Yi dewasa yang mencari tahu tentang seseorang di masa lalunya. Adegan ini akan dengan mudah memancing rasa penasaran penonton. Karena masa lalu dari seorang Seung Yi ini memiliki banyak pengertiannya.

Seiring dengan berjalannya durasi film Pawn ini berjalan, barulah penonton akan menemukan sebuah benang merah tentang apa yang dia cari. Hingga pada satu momen penting di paruh ketiga dari film ini, Pawn berjalan dari kisahnya yang hangat dan menyenangkan menjadi sesuatu yang mengoyak hati penontonnya. Mungkin penonton yang sudah paham benar dengan film bergenre serupa akan sudah bersiap-siap dengan apa yang terjadi di paruh ketiganya.

Tetapi, tetap saja, penontonnya juga tak bisa mengelak segala perasaan emosional yang terjadi dalam revealing conflict di film Pawn ini. Terutama, Kang Dae-Gyu Sudah mengajak penontonnya untuk bisa terhubung ke setiap karakternya. Dari segala jatuh Bangun, perubahan, hingga perkembangan yang ada. Dari Doo-Seok yang berusaha tak tahu harus handle karakter Seung Yi. Hingga akhirnya, ikatan emosi itu terjalin hingga akhirnya mereka berdua seakan seperti ayah dan anak kandung meskipun tak memiliki hubungan darah.

Bahkan, Pawn juga sempat menggunakan subplot yang sedikit kelam tentang human trafficking yang marak terjadi di Korea. Tetapi, meski berada dalam kisahnya yang kelam, film Pawn tetaplah sebuah drama keluarga yang sangat hangat. Bahkan, baru saja berjalan di paruh pertama filmnya saja, air mata penonton sudah diundang untuk ikut serta ke dalam filmnya. Lalu, ditutup manis dengan satu quote penting yang merujuk ke judul filmya dan menjadi punch emosi utama dalam filmnya. 

Pawn, lagi-lagi menjadi entry dalam film drama keluarga asal Korea yang sangat emosional dan wajib ditonton. Siapkan diri dan pasrah saja dengan segala emosi yang disampaikan di film ini. Sekedar saran, sedia tisu aja.

Kamu bisa tonton film ini lewat aplikasi GoPlay dengan harga rental per filmnya sebesar Rp35.000.



PROMISING YOUNG WOMAN (2020) REVIEW: Promising Debut From New Director

“I was busy thinking ‘bout boys.”

Opening dimulai dengan lagu milik Charli XCX berjudul Boys terdengar dengan setting di dalam sebuah club penuh gemuruh pesta. Shot kamera diarahkan kepada segala lekuk tubuh laki-laki hingga ke bagian personalnya. Seakan film ini memperjelas ke mana film ini ditujukan dan diarahkan. Apabila, seringnya laki-laki menggunakan point of view mereka dalam mengarahkan kameranya kepada perempuan. Kali ini, laki-laki lah yang mendapatkan treatment yang sama.


Begitulah adegan pembuka dari Promising Young Woman yang seakan mempertegas bagaimana film ini nantinya akan berlanjut. Dari bagaimana pengambilan gambar saja sudah jelas bahwa film ini akan menyorot tentang perempuan dan balas dendam. Bagaimana perempuan juga punya kekuatan yang sama untuk memperlakukan laki-laki dengan cara yang sama. Sehingga, di 115 menit ke depan, persoalan dari film ini juga akan membahas tentang perempuan dan problematikanya dengan society yang ada.


Promising Young Woman ini diarahkan oleh Emerald Fennell yang juga seorang perempuan. Tak hanya sebagai sutradara, tetapi dirinya juga memiliki kendali untuk menuliskan naskah filmnya. Dalam penulisan cerita, dirinya sudah memiliki jam terbang lewat serial Killing Eve. Tetapi, dalam mengarahkan sebuah film layar lebar dan menulisnya, ini adalah kali pertama untuk Emerald Fennell. Tetapi, lewat adegan pembuka saja, film ini sudah banyak menaruh perhatian.



Film ini juga dibintangi oleh Carey Mulligan yang berperan sebagai Cassie, sang pemeran utama di dalam film ini. Diramaikan juga oleh beberapa nama lain mulai dari Bo Burnham, Laverne Cox, Clancy Brown, Jennifer Coolidge, hingga Alison Brie dan Max Brody. Nama-nama ini berperan sebagai pendukung karakter utamanya untuk bersinar. Diperkuat dengan performa Carey Mulligan yang tak terhentikan, Promising Young Woman menjadi film balas dendam yang sangat menarik untuk diikuti.


Ini adalah kisah tentang seseorang bernama Cassie (Carey Mulligan), perempuan yang pernah mengenyam pendidikan kedokteran ini bekerja di sebuah coffee shop kecil di usianya yang memasuki 30 tahun. Tetapi, dia memang sedang berusaha menikmati hidupnya sendiri. Selain itu, dia juga memiliki misi dalam hidupnya yang memiliki hubungan dengan masa lalunya.


Membalaskan dendam. Hal itu yang ingin dia lakukan untuk membalaskan dendam tentang sahabatnya, Nina yang meninggal saat berada di sekolah. Dia menjadi korban atas tidak bisa dikontrolnya hasrat laki-laki dan berujung pemerkosaan secara publik. Tetapi, kasus ini seakan tidak dilanjutkan oleh pihak sekolahnya. Mereka dipaksa diam dan berujung Cassie dan Nina harus keluar dari sekolah. Hingga di saat waktunya tepat, Cassie memulai aksi balas dendamnya.



Film ini memulai rencana balas dendamnya perlahan. Pembalasan dendamnya bukan kepada para pelaku awalnya. Tetapi, ingin memberikan sebuah ‘awareness’ tentang rape culture kepada para pria-pria hidung belang yang ingin melakukan tipu daya kepada perempuan yang sedang dalam keadaan tidak sadar di sebuah bar. Menilik dan mempelajari segala background karakternya agar penonton bisa terasa dekat dengannya. Setelah di satu poin di mana Cassie bertemu dengan Ryan (Bo Burnham) yang juga berada di satu sekolah kedokteran barulah tensi film ini mulai naik perlahan.


Mengikuti segala rencana-rencana balas dendam seorang perempuan dengan masa lalunya yang kelam di film ini bisa sangat-sangat menyenangkan. Dilakukan dengan cara-cara yang intimidating dan bisa memperlihatkan bagaimana maskulinitas laki-laki sebenarnya bisa terlihat sangat rapuh. Cassie sebagai perempuan yang sangat lantang dan vokal atas suaranya ini bisa jadi ancaman bagi para lelaki yang ingin berlaku jahat padanya.


Film ini juga menggambarkan sebuah ketimpangan lewat tata artistik dengan cerita. Menggunakan warna-warna pastel yang lucu, menawan, dan enak dipandang mata. Tetapi, cerita film ini bergerak ke jalur yang lebih dark dan dalam dari warna-warna yang terlihat dipermukaan. Seperti perempuan itu sendiri yang juga memiliki kekuatan dan haknya untuk bisa tampil serta melakukan apa saja sesuai keinginan mereka.



Emerald Fennell sebagai sutradara perempuan bisa untuk menyampaikan suaranya tentang fenomena yang sering terjadi di perempuan itu sendiri. Bahkan, fenomena tentang rape culture ini terkadang juga sering diremehkan oleh perempuan itu sendiri karena sering termakan oleh kedigdayaan laki-laki yang menormalisasi hal tersebut. Sehingga, diperlihatkan oula beberapa target oleh Cassie ini juga adalah seorang perempuan di mana mereka seharusnya saling menguatkan. Tetapi, dalam realitanya, mereka juga secara tak sadar belum aware betul dengan isu tersebut.


Dari segala hal yang terlihat saklek tentang perempuan dan isu tentang rape culture yang sudah lantang dibicarakan dari awal. Satu hal yang membuat film ini mungkin sedikit bertentangan. Bagaimana paruh terakhirnya yang sedikit problematik. Keputusan yang terjadi dalam karakter Cassie ini sendiri terasa mengganjal. Meski sudah sedikit dipatahkan di konklusi paling akhirnya yang seakan memperlihatkan bahwa kekuatan perempuan masih bisa saja terasa meski secara fisik tidak terlihat. Tetapi, hal ini mungkin bisa saja diterjemahkan salah dan mengglorifikasi hal lain yang berada di luar konteksnya.



Tapi, di luar hal itu, Promising Young Woman tetaplah sebuah revenge thriller yang unik dan menarik. Membahas isu yang relevan tentang perempuan dan diarahkan oleh perempuan, setidaknya suaranya bisa terwakili dan bisa menggambarkan keadaan dengan lebih konkrit. Didukung dengan performa Carey Mulligan yang seduktif, kuat, tapi juga terlihat rapuh ketika dia mau, menjadikannya terlihat lebih manusiawi. Belum lagi pemilihan lagu-lagu dan musiknya yang juga menghipnotis membuat film ini menjadi debut yang menjanjikan dari Emerald Fennell.

THE SECRET GARDEN (2020) REVIEW: Adaptasi Terbaru tentang Kisah Masa Lalu


Mengunjungi kebun rahasia yang ada di The Secret Garden ini layaknya sedang menyelusuri tempat terpencil dalam hati manusia. Ketika sudah mulai mengetahui mana tempat paling personal di dalam dirinya untuk dibuka, barulah mereka mau untuk membuka hatinya, melepaskan segala keresahan di dalam dirinya. Begitu pula yang terjadi ketika menonton The Secret Garden ini. Menyusuri segala petualangan dari sang karakter utamanya untuk bisa menyembuhkan luka di masa lalu dan memahami segala hal yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya.


Sebuah perjalanan menarik yang ditawarkan oleh The Secret Garden terbaru sebagai sebuah adaptasi dari karya klasik yang ditulis oleh Frances Hodgson Burnett. Ini bukan kali pertama, buku beliau diadaptasi menjadi sebuah gambar bergerak dan (harusnya) ditonton di layar besar. Di tahun 1993, Agnieszka Holland telah mengadaptasinya. Tapi, tak ada salahnya untuk kembali mengenalkan kisah dari buku legendaris ini di tahun yang baru oleh sutradara yang baru.


Maka dari itu, hadirlah lagi The Secret Garden yang dirilis di tahun 2020. Di bawah naungan, Heyday Films, Marc Munden bertugas untuk menjadi sang sutradara bagi film ini. Film yang produksi Inggris ini dibintangi oleh beberapa nama besar di dalamnya. Mulai Colin Firth dan Julie Walters sebagai jajaran pemain pendukung karena sorotan utama dari film ini adalah sang karakter anak kecil bernama Mary yang diperankan oleh Dixie Egerickx. Didukung lagi dengan cast anak kecil lain yaitu Amir Wilson dan Edan Hayhurst yang juga memiliki peran penting untuk mengantarkan kisah Mary menyusuri taman rahasia.



Ya, kisah ini terpusat pada karakter Mary (Dixie Egerickx), yang baru saja ditinggal kedua orang tuanya.  Mary menjadi anak yatim piatu dan harus meninggalkan India, tempat dia tinggal sekarang. Dia pun harus  pindah untuk tinggal bersama pamannya, Archibald Craven (Colin Firth) yang ada di London. Saat tinggal bersama pamannya, Mary harus beradaptasi dengan beberapa peraturan di sana.


Salah satunya adalah Mary tidak boleh memasuki beberapa ruangan yang ada di dalam rumah milik pamannya. Tetapi, dia mendengar sebuah suara asing dari kamarnya yang ternyata bermuara dari kamar yang tak boleh dia masuki. Di dalam sana, Mary bertemu dengan Colin (Edan Hayhurst), anak dari pamannya yang sedang sakit. Mary pun berusaha untuk akrab dengan Colin sambil dirinya juga menyusuri segala penjuru rumah dan sekitarnya. Mary juga menemukan sebuah kebun rahasia yang dianggapnya ajaib.



Menelusuri kehidupan Mary, kebun rahasia, tentang Colin, hingga menyembuhkan masa lalu adalah masalah-masalah yang berusaha disampaikan di dalam film ini. Merangkumnya ke dalam satu cerita dengan durasi 97 menit memang sedikit kewalahan. Itulah yang terasa ketika menonton film ini dari awal hingga akhir. Akan sedikit kesusahan untuk menemukan benang merah yang bisa mengkompilasikan segala masalahnya ke dalam satu cerita yang utuh.


Hingga akhirnya, beberapa kali film ini terasa terpisah untuk menyampaikan ceritanya. Naskah milik Jack Thorne ini seakan tak mau kehilangan hal-hal penting di dalam novelnya sekaligus ingin membuat The Secret Garden terbaru ini memiliki cita rasa yang berbeda. Misi inilah yang mungkin akan menjadi bumerang bagi The Secret Garden menuturkan ceritanya secara utuh.


Beruntung, Marc Munden tak ingin terlalu fokus ke dalam cerita-ceritanya yang gelap dan metaforik ini ke dalam filmnya. Dia berusaha untuk tetap menjadikannya sebagai sebuah film keluarga dengan balutan fantasi yang bisa menghibur penontonnya. Alhasil, The Secret Garden memang menyajikan petualangan Mary dengan ringan. Petualangan ini adalah cara Mary untuk bisa mengenal dirinya, mengenal masa lalunya, sekaligus menerima kehidupannya yang mungkin tak sesuai dengan apa yang dia mau.



Inilah celah bagi Marc Munden untuk tetap memberikan sensitivitas dalam pengarahannya. Di tengah menumpuknya segala konflik yang terjadi di dalam filmnya, The Secret Garden masih bisa menyelipkan hati untuk bisa dirasakan oleh penontonnya. Perasaan menyentuh dan emosional di 30 menit terakhirnya cukup menjadi amunisi untuk menikmati The Secret Garden. Nilai-nilai keluarga di dalam The Secret Garden menjadi keunggulannya. Sehingga, The Secret Garden bisa jadi pilihan tepat untuk bisa dinikmati bersama.



Sekaligus, The Secret Garden menyajikan petualangan imajinatif yang penuh warna. Sehingga, Marc Munden berusaha untuk bisa menyampaikan hal itu ke dalam filmnya. Maka dari itu, visual dari The Secret Garden pun indah untuk disaksikan. Dengan tata sinematografi yang menarik, menonton The Secret Garden di tiap adegannya bakal menyejukkan mata. 


Menontonnya lewat layar kecil karena bisa rental lewat iTunes region US saja suka dengan warna-warnanya. Sehingga, kalau bisa, menonton The Secret Garden ini harusnya di layar besar. Filmnya akan tayang di tanggal 20 Januari nanti karena dibawa oleh CBI Pictures dari tahun lalu.