• Kalo kamu memang Anak generasi 90an, pasti sudah memasuki fase di mana menunggu Doraemon dan Nobita Serta...
  • Daftar Album Lagu Ungu Religi Terbaru Komplit
  • Meski diangkat dari komik dari DC yang melahirkan beberapa manusia super kelas kakap seperti Superman atau Batman, tetapi tidak berlaku untuk film ini. Dia adalah Harley Quinn.

PEREMPUAN TANAH JAHANAM (2019) REVIEW: Penuturan Kisah Misteri yang Jahanam


Cukup mengagetkan, film Pengabdi Setan milik Joko Anwar ternyata bisa menjadi film horor terlaris sepanjang masa di Indonesia. Mengetahui hal ini, tentu penonton-penonton awam pun akan menunggu karya apalagi yang akan ditelurkan oleh salah satu sutradara yang menjanjikan di perfilman Indonesia ini. Mencapai lebih dari 4 juta penonton, tentu membuat banyak pihak percaya dengan apa yang akan dikerjakan oleh Joko Anwar.

Salah satunya adalah Impetigore. Naskah yang sudah didevelop di 10 tahun lalu, akhirnya mendapatkan kesempatan untuk hadir ke layer lebar. Meskipun, judulnya pun harus menyesuaikan agar tidak susah untuk diterima oleh penonton dengan cakupan yang lebih luas. Maka dari itu, Joko Anwar memutuskan untuk menggunakan judul Perempuan Tanah Jahanam untuk proyek horor terbarunya. Tara Basro, Marissa Anita, Asmara Abigail, hingga Christine Hakim ikut meramaikan film ini.

Kembalinya Joko Anwar di dalam genre horor setelah Gundala mungkin membuat beberapa penonton menunggu. Apalagi ketika tahu bahwa Perempuan Tanah Jahanam ini adalah project yang cukup dinantikan kehadirannya setelah beberapa tahun lalu belum terjadi. Bila dibandingkan dengan Pengabdi Setan, meski sama dalam satu genre tetapi Perempuan Tanah Jahanam ini berbeda. Film ini tanpa basa-basi langsung memberikan pengalaman menonton yang sangat menegangkan dengan pembangunan atmosfir mencekam yang sangat kuat.

 
Perempuan Tanah Jahanam menceritakan tentang dua sahabat bernama Maya (Tara Basro) dan Dini (Marissa Anita) yang bekerja sepanjang hari demi mencari sesuap nasi. Tetapi, sesuatu hal terjadi kepada Maya hingga dirinya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan membuka usaha sendiri dengan sahabatnya. Tetapi, kejadian itu tetap menghantui Maya hingga suatu ketika dia memutuskan untuk mencari informasi keluarganya.

Setelah diusut, keluarga Maya ternyata memiliki sebuah rumah besar di desa Sukaharjo. Maya pun ingin mencari tahu apa yang terjadi dengan rumah itu dan dirinya. Berkelanalah Maya dan Dini ke desa tersebut. Setibanya di sana, Maya dan Dini merasa aneh dengan penduduk lokal di desa Sukaharjo. Mereka pun curiga dan bahkan sempat mengalami hal-hal aneh ketika dirinya berusaha untuk mencari tahu informasi tentang keluarga Maya.


Meski penonton dari awal sudah diganjar dengan adegan intens yang tak henti-henti, tetapi Joko Anwar tetap bisa memberikan misteri. Perempuan Tanah Jahanam memiliki cara yang menarik untuk menuturkan setiap detil ceritanya. Dialog-dialog yang witty, muncul dari kepiawaian Joko Anwar menuliskan naskahnya. Tak perlu menjelaskan sedikit demi sedikit tentang karakternya, tetapi penonton sudah sangat bisa menaruh empati kepadanya.

Semuanya terasa begitu efektif, terlebih ketika 10 menit awalnya yang digarap dengan cerdas. Membangun dua orang karakter dengan penuturan dialog yang efektif sekaligus membangun tensi dengan baik. Memberikan sebuah pemanasan dari celetukan-celetukan kecil yang membuat tertawa hingga ketika momennya dirasa tepat, baru jantung penonton mulai diolah dan diberi peringatan. Hal ini juga sekaligus semakin mengasah bakat pengarahan Joko Anwar.

Ada banyak detil-detil yang benar-benar diperhatikan Joko Anwar. Ketika dia ingin membangun sesosok karakter dan sebuah adegan, dia pasti sudah tahu alasannya. Sehingga, semua tensi dan penuturan ceritanya mengalir dengan rapi. Tak ada karakter atau adegan yang berujung sia-sia dan hanya menjadi pemanis belaka. Meskipun ada jump scares, tetapi nampaknya hal itu hanya digunakan oleh Joko Anwar sebagai cara dia menggoda penonton film horor yang terlalu sering diganjar oleh jump scares yang tak berarti.


Tetapi, meski minim sekali muncul sosok-sosok astral, Perempuan Tanah Jahanam berhasil menghantui pikiran penontonnya dengan segala ketidakpastian yang ada. Ini adalah Joko Anwar untuk membangun suasana mencekamnya. Menyebar banyak misteri dengan cara yang sangat kuat hingga penonton akan penasaran dengan bagaimana film ini akan ditutup.Sehingga, muncul sebuah adegan yang melibatkan karakter Maya yang sedang dihantui.

Adegan ini menarik untuk dibahas. Sebenarnya bagaimana Joko Anwar berusaha untuk menuturkan adegan ini pun menarik. Masih punya cara untuk memberikan sebuah misteri meskipun caranya memang tak se-subtle yang biasa dilakukan oleh Joko Anwar. Hal ini menjadi menarik karena adegan tersebut membuat penonton yang butuh dijelaskan pun tetap terjawab dan sebenarnya Joko Anwar pun terasa seperti membuka tabir baru untuk penonton cerna.

Mungkin untuk sebagian orang, hal ini adalah kelemahan.Tetapi, masih ada juga penonton yang perlu untuk diceritakan dengan gamblang agar pesan yang disampaikan oleh sebuah film itu bisa diterima secara utuh. Perlu untuk diketahui bahwa sebuah film pun tak hanya menjadi sebuah ekslusivitas untuk penonton tertentu. Sehingga, memang tergantung kamu mengategorikan dirimu sebagai penonton yang seperti apa. 


Tetapi, apa yang berusaha dijelaskan oleh Joko Anwar secara gamblang ini pun belum tentu malah membuat filmnya terlihat mudah-mudah saja. Ketidakpastian adalah kunci utama dari film Perempuan Tanah Jahanam. Sebuah informasi yang datang terlalu banyak pun menjadi sebuah ketidakpastian. Penonton akan tetap merasa dihantui dengan banyak pertanyaan tentang hitam dan putih di dalam filmnya. Padahal, banyak sekali hal abu-abu yang berusaha muncul di film ini.

Tak hanya konflik yang datang begitu abu-abu, tetapi juga karakter-karakter yang ada di Perempuan Tanah Jahanam ini. Semuanya menimbulkan kecurigaan penonton terlebih kepada karakter yang diperankan oleh Asmara Abigail. Semua yang serba abu-abu inilah yang digunakan oleh Joko Anwar sebagai kekuatan membangun horor atmosferiknya. Menetapkan pula bahwa sosok yang menyeramkan bukanlah sosok tak kasat mata. Tetapi, manusia itu sendiri dengan segala kuasanya.


Belum lagi didukung oleh tata teknisnya yang juga menjadi komponen penting di dalam film ini. Perempuan Tanah Jahanamdianugerahi sebuah tata sinematografi yang indah oleh Ical Tanjung. Serta, tata suara hingga scoring yang bisa membuat penonton bergidik ngeri. Detil-detil kecil ini yang membuat Perempuan Tanah Jahanam memang terasa begitu Jahanam. Dan lewat film ini, Joko Anwar sekali lagi membuktikan dirinya adalah sutradara yang sangat menjanjikan. Dan Lewat Perempuan Tanah Jahanampula, standar film horor Indonesia semakin naik! Gila!

 

JOKER (2019) REVIEW: Adaptasi Komik Yang Berbeda Sekaligus Menghantui Pikiran



DC comics memang sedang berusaha untuk mencari jati diri untuk film adaptasinya. Apalagi setelah berkali-kali jatuh bangun saat membuat sebuah cinematic universe-nya. Sehingga, DC pun lebih memilih untuk fokus membuat film-film spin-off yang bergantung pada kualitas daripada fokus membuat cinematic universe. Iya, mungkin ada beberapa filmnya yang berhasil. Tetapi, perjalanan DC masih sangat panjang.

Sebuah harapan hadir ketika Joker yang diarahkan oleh Todd Phillips ini lebih berusaha untuk keluar dari usaha DC membangun dunianya. Rasa skeptis tetap saja hadir, karena ada pergantian cast dari Jared Leto ke Joaquin Pheonix. Meskipun, sebenarnya, film ini juga tak memberikan koneksi apa-apa untuk film DC yang lain. Belum lagi, hype yang terlalu dini untuk film ini. Meskipun pada akhirnya, film ini meraih berbagai macam atensi dari berbagai festival film di luar sana.

Siapa yang bisa melupakan performa keren Heath Ledger saat menjadi Joker di The Dark Knight trilogy? Tentu, dia tak akan bisa terganti dan menjadi salah satu pemeran Joker terbaik. Beruntungnya, Joaquin Pheonix tak berusaha untuk terlihat sama-sama sintingnya layaknya Heath Ledger. Dia berusaha untuk menjadi Joker dengan caranya sendiri dibantu dengan origin story-nya yang memang menggali karakter Joker dengan lebih dalam.


Ya, Todd Phillips berhasil membuat origin dari seorang villain dengan pendekatan studi karakter yang akan membuat penonton menyelami apa yang dilakukan sepanjang hari. Penuh akan perasaan yang problematis saat menyaksikan film Joker. Bukan karena film ini tak bagus, tetapi pesan yang tersampaikan lewat plot dan penuturan ceritanya. Ada perasaan tidak nyaman, yang membuat penontonnya mungkin refleksi tentang bagaimana dirinya melihat kehidupan.

Dunia yang ditinggali oleh Joker memang tak sejelas itu hitam dan putihnya. Ada area abu-abu yang mungkin perlu untuk dicerna dan didiskusikan oleh penonton setelah menyaksikan film ini di bioskop. Menonton Joker seakan menonton sebuah realita kehidupan yang ada di sekitar. Apa yang kamu lihat tergantung dengan apa yang kamu ketahui. Joker sebagai karakter villain pun seakan abu-abu. Apa benar dirinya adalah konstruksi dari lingkungannya, atau memang dirinya dalam keadaan yang tidak stabil pada awalnya.


Hal ini terjadi karena Joker menceritakan tentang Arthur Fleck (Joaquin Pheonix) yang tinggal bersama dengan orang tuanya ini hidup dalam keadaan yang kurang beruntung. Dirinya harus mencari nafkah setiap harinya, menjadi seorang badut dengan bayaran yang pas-pasan. Asal bisa cukup untuk dirinya dan ibunya saja sudah beruntung. Arthur juga mengalami beberapa gangguan yang membuat dirinya bertingkah aneh di saat yang tidak tepat.

Tetapi, hal ini malah menjadi senjata untuk orang-orang melakukan penganiayaan terhadap dirinya. Arthur merasa hidupnya tak adil. Hingga suatu ketika, segerombolan orang berusaha menyerang Arthur di sebuah kereta. Arthur membunuh mereka dengan senjata api miliknya tanpa belas kasihan. Dirinya pun menjadi buronan. Tetapi, hal itu malah membuat Arthur merasa bahwa itulah jati dirinya.


Todd Phillips mungkin mau untuk memberikan sebuah realita tentang bagaimana seseorang terbentuk pada mulanya. Entah nantinya dia akan menjadi sosok yang baik atau jahat, itu tergantung bagaimana nanti penonton akan melihat. Tetapi, Joker ini tampil solid berkat pengarahan Todd Phillips yang kuat. Dia mampu membuat 122 menit milik Joker ini indah sekaligus menghantui pikiran penontonnya seusai menonton film ini.

Alurnya memang terasa pelan, tetapi ini membangun karakternya perlahan menjadi sosok yang lebih kaya akan rasa. Penonton bisa menaruh simpati kepada karakter Arthur Fleck yang sedang melakukan transformasi dalam hidupnya. Bagaimana setiap problematika dalam hidupnya bisa membentuk dirinya. Sehingga, meskipun film ini minim akan adegan aksi, tetapi Joker memiliki tensi yang sangat kuat untuk diikuti.

Hal ini juga diperkuat lagi dengan bagaimana tata teknis dari sinematografi hingga gubahan musiknya yang berhasil membangun suasananya hingga terasa semakin menyayat hati. Adanya simpati dari penonton ini membuat karakter Joker menjadi sangat abu-abu sekaligus problematis. Mungkin ada rasa iba yang muncul untuk karakter ini, tetapi hal penting yang perlu digarisbawahi adalah apa yang akan dilakukan oleh karakter Arthur Fleck dalam film ini.


Melakukan tindak kejahatan sebagai sebuah cara untuk melepaskan amarah mungkin sangat kontroversi. Todd Phillips seakan meromantisasi kejahatan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah dalam hidup Arthur. Sehingga, mungkin ini akan menjadi sesuatu yang problematik bagi beberapa wilayah di luar sana yang sedang menghadapi isu serupa. Mass shootersyang terjadi di mana-mana ini membuat usaha beberapa wilayah untuk mencegah, mungkin bisa jadi bertambah.

Semua orang akan menganggap bahwa hal-hal seperti ini akan menjadi hal lumrah karena society yang ada di sekitarnya yang menuntut dirinya membalaskan dendam dengan cara yang tidak tepat. Tetapi, isu yang dilemparkan oleh film Joker milik Todd Phillips ini mungkin juga bisa menjadi refleksi bagi penontonnya. Joker sebagai karakter villain adalah gambaran seseorang yang akan melakukan tindak kejahatan beserta motifnya. Penonton akan tahu bahwa ada seseorang di luar sana yang mungkin sedang berencana jahat dan kita harus waspada.


Sehingga, menonton Joker sendiri harus dengan mata dan pikiran terbuka. Sebagai sebuah film, Joker berhasil mengajak penontonnya untuk aktif memahami karakter utamanya dengan penuturan yang sangat solid. Tetapi, kamu sendiri yang menentukan. Apakah kamu akan menjadi orang yang lebih peka dengan orang-orang sekitarmu untuk mencegah tindak kejahatan ataupun memiliki penyakit kejiwaan. Atau kamu memilih untuk memahami mereka sebagai korban atas ketidakadilan dan mengamini apa yang akan mereka lakukan. Hal inilah yang membuat film adaptasi dari komik DC ini berbeda dan sebagai salah satu alternatif bercerita. Bagus sekali.

PSA: Jangan bawa anak kecil menonton film ini. Meski diangkat dari komik berlabel superhero, tetapi film ini tak akan bisa diterima anak-anak.
 

DANUR 3: SUNYARURI (2019) REVIEW: Seri Ketiga dengan Problematika yang Sama


Datang dari sebuah kisah novel milik Risa Sarasvati, Danur cukup banyak menorehkan kuantitas box office yang gemilang di Indonesia. Iya, nama Danur sudah menjadi brand tersendiri bagi penonton Indonesia saat menonton film horor Indonesia. Danur sudah menginjak ke seri ketiganya tahun ini. Universe-nya pun juga semakin luas. Sudah ada film Asih, yang diatur sebagai prekuel dari Danur pertama yang menjelaskan tentang mitos tentang dirinya.

Mungkin, masih ada rencana-rencana lain yang berusaha dilakukan oleh MD Pictures untuk tetap menghidupkan franchise yang menguntungkan ini. Tetapi, kembali ke seri ketiga dari Danur itu sendiri, film ketiganya masih disutradarai oleh Awi Suryadi. Tetap dibintangi pula oleh Prilly Latuconsina, film ketiganya kali ini bertajuk Sunyaruri. Diramaikan pula oleh beberapa nama-nama terkenal lainnya seperti Rizky Nazar, Umay Shahab, Syifa Hadju, dan Steffi Zamora.

Teaser trailer Danur 3: Sunyaruri yang ditempelkan lewat film Awi Suryadi di film Sunyi tentu mengundang rasa penasaran penonton. Apalagi ketika film ini sudah mencapai seri ketiga, entah ini masih akan berlanjut atau tidak, jelas penonton berharap untuk datang sebuah perbaikan atas kesalahan-kesalahan yang pernah ada di dua film sebelumnya. Bahkan, Asih pun memiliki performa yang jauh lebih stabil dibandingkan dua film Danur lainnya.


Tentu saja, Danur 3: Sunyarurimasih berpusat dari kisah Risa (Prilly Latuconsina) yang selalu mengalami kejadian-kejadian dengan makhluk astral dalam hidupnya. Dia dan kelima teman astralnya ini mulai tak begitu akrab. Hal itu dikarenakan oleh kemauan Risa yang ingin terlihat normal di depan teman-temannya. Apalagi saat berhadapan dengan kekasihnya, Dimas (Rizky Nazar). Bahkan, dia tak mengakui bahwa dia memiliki penglihatan kepada sang kekasih.

Keresahan yang dialami oleh Risa ini ternyata menjadi sasaran empuk bagi arwah jahat untuk merasuki pikirannya. Risa ingin menghilangkan kemampuannya untuk tak lagi melihat makhluk-makhluk tak kasat mata ini. Sang arwah jahat ini berusaha membantu untuk mengabulkan keinginan Risa ini. Ternyata, hal ini malah berujung petaka sendiri untuk Risa dan 5 teman tak kasat matanya itu.


Babak pertama hingga kedua film dari Danur 3: Sunyaruri adalah bagian terbaik dari filmnya. Setidaknya, meskipun naskah dari Lele Laila ini setipis kertas dengan memiliki alur cerita yang generik, tetapi Awi Suryadi berusaha sekuat tenaga untuk mengantarkan kisahnya tanpa ada pretensi menjadi sesuatu yang superior. Awi tahu untuk mengulik keresahan Risa dengan kemampuan mata batinnya yang terkadan menjadi beban baginya.

Terlihat betul bahwa 45 menit pertama dari Danur 3: Sunyaruri dituturkan dan digarap dengan hati-hati. Semacam Awi Suryadi menggunakan formula pengarahannya di film Sunyi di film ini. Membangun perlahan cerita dan atmosfernya, menelaah lebih dalam ke dalam karakter Risa, sehingga penonton tahu harus bersimpati kepada siapa di sepanjang film. Hal inilah yang tak biasa terjadi di seri-seri Danur sebelumnya.

Tetapi sayangnya, semua hal yang dibangun oleh Awi Suryadi di babak pertama hingga kedua harus runtuh dengan signifikan di babak ketiganya. Munculnya sebuah twist dalam plotnya yang entah dari mana ini bukan malah membuat penontonnya kaget, tetapi malah muncul banyak pertanyaan. Apa yang terjadi dalam karakter tersebut sehingga sangat berpengaruh signifikan dengan karakter utamanya. Hal-hal itu terasa janggal karena hal itu hanya diceritakan dengan singkat menuju akhir.\


Apabila penyelesaian yang terjadi di film Danur 3: Sunyaruri tak melibatkan karakter sampingan yang begitu signfikan, mungkin tak akan seproblematik ini. Bahkan, konfliknya pun tak pernah disinggung sedikit pun di sepanjang filmnya. Sehingga, ada tuntutan dari penonton untuk mengenal lebih dekat dengan karakter-karakter sampingannya yang bahkan tak ada ruang yang cukup untuk mereka berkembang. Sehingga, hal ini tak bisa menjawab dengan baik masalah cause and effect dalam plot ceritanya.

Padahal, Danur 3: Sunyarurisudah memiliki tata teknis yang berkembang secara signifikan dibandingkan dengan film pertama dan keduanya. Bahkan, Prilly Latuconsina pun juga bermain semakin bagus dibanding yang lainnya. Memang, secara atmosferik horor dan jumpscares masih saja generik, apalagi dalam pemilihan plotnya. Tentu, hal ini membuktikan bahwa Danur 3: Sunyaruribukanlah horor yang dibuat tak sembarangan.


Masih ada perhatian khusus dari sang sutradara dan rumah produksinya agar Danur 3: Sunyaruri bisa terlihat mewah di kelasnya. Apalagi, film ketiganya sudah dilengkapi dengan format Dolby Atmos. Meskipun, hal terbaik dalam ini masih ada di dalam teaser filmnya. Danur 3: Sunyaruri harus terjerembab dengan permasalahan film horor Indonesia yang itu-itu aja. Tensi horornya pun tak begitu kuat, tetapi setidaknya Danur 3: Sunyaruri masih menyampaikan ceritanya dengan utuh. Setidaknya di 45 menit pertamanya, sih.