• Kalo kamu memang Anak generasi 90an, pasti sudah memasuki fase di mana menunggu Doraemon dan Nobita Serta...
  • Daftar Album Lagu Ungu Religi Terbaru Komplit
  • Meski diangkat dari komik dari DC yang melahirkan beberapa manusia super kelas kakap seperti Superman atau Batman, tetapi tidak berlaku untuk film ini. Dia adalah Harley Quinn.

STAND BY ME DORAEMON 2 (2020) REVIEW: Sekuel yang Tetap Menghangatkan Hati Penontonnya

Kalo kamu memang Anak generasi 90an, pasti sudah memasuki fase di mana menunggu Doraemon dan Nobita Serta barang-barang ajaibnya dari masa depan yang bikin ngiler. Tak salah, apabila Stand By Me Doraemon pertama yang telah rilis di tahun 2014 lalu laku keras saat Rilis di Indonesia. Ya, Penonton Indonesia sangat dekat dengan serial animasi dari Jepang satu ini. Maka, ketika muncul berita akan ada sekuel dari film satu itu, penikmat film yang dekat dengan karakter satu ini akan sangat menyambut dengan gembira.

Ryuichi Yagi dan Takashi Yamazaki kembali menahkodai anime dari Fujiko F. Fujio dalam bentuk animasi tiga dimensi dan layar lebar ini. Sebelumnya, duo sutradara ini juga mengarahkan film pertamanya dan berhasil merangkum kisah-kisah lamanya menjadi sesuatu yang segar.

Apabila Stand By Me Doraemon pertama adalah kumpulan cerita-cerita kisah lama yang didaur ulang menjadi 90 menit yang utuh. Di film keduanya kali ini, duo sutradara ini masih mengadaptasi kisah animasi pendeknya. Alih-alih menjadikan film keduanya sebagai fragmen, Stand By Me Doraemon 2 lebih memiliki cerita utuh untuk disampaikan. Kekuatan film keduanya bukan lagi tentang nostalgia, tapi bagaimana merangkum kisah time travel, cinta, persahabatan, dan keluarga menjadi satu film yang solid.

Kisah dimulai dari Nobita yang tiba-tiba ingin kembali ke masa lalu bertemu dengan neneknya yang selalu ada buatnya. Tak hanya sekedar bertemu, tapi Nobita juga ingin melihat neneknya bahagia untuk terakhir kalinya. Dari ingin melihat Nobita tumbuh jadi dewasa dan masuk sekolah, hingga permintaan terakhir sang Nenek untuk melihatnya menikah. Tentu, dengan bantuan Doraemon, Nobita berusaha untuk menuruti permintaan sang Nenek.

Tetapi, dengan satu permintaan Neneknya yang terkabul, kemungkinan di masa depan Nobita juga terganggu. Saat di masa depan dan di hari pernikahan Nobita dan Shizuka, Nobita hampir saja gagal melaksanakan acara terpenting dalam hidupnya ini. Nobita dan Doraemon dari masa kini pun berusaha untuk pernikahannya tetap berjalan sekaligus bisa membuat mimpi Neneknya juga terwujud.

Dengan satu sinopsis cerita dari Stand By Me Doraemon 2 yang memiliki satu tujuan, ternyata Ryuichi Yagi dan Takashi Yamazaki menantang diri mereka saat menuturkan kisahnya. Menggunakan pendekatan time travel yang lebih rumit dengan clue yang disebar di awal filmnya. Sedikit terlalu harfiah secara visual, tetapi mungkin itu cara mereka agar Stand By Me Doraemon 2 yang memiliki audiens anak-anak bisa mengerti rumitnya time travel yang sedang dituturkan.

Layaknya sebuah lingkaran, penuturan kisah dari Stand By Me Doraemon 2 ini akan bertemu di penghujung awal cerita yang sama sebelum akhirnya memiliki cabang cerita lain untuk penyelesaiannya. Clue yang disebar di sepanjang kisahnya pun menjadi trivia-trivia kecil yang potongan puzzle yang menunggu untuk disusun. Tapi, tentu saja bukan sebuah puzzle yang rumit, hanya saja potongan puzzle itu penting agar menjadi sebuah gambar yang utuh.

Jadi, tema time travel di dalam ini bukan menjadi salah satu hal penting di dalam filmnya. Hal penting lainnya yang ada di dalam Stand By Me Doraemon 2 adalah kisahnya yang hangat tentang cinta, keluarga, dan persahabatan. Duo sutradara ini berhasil mengolah emosi di dalam filmnya. Di paruh terakhir filmnya serta adegan-adegan di mana Nobita dan Neneknya akan berhasil mengaduk perasaan penontonnya. Punch-nya bakal ada di penghujung filmnya. Maka, siap-siap tisu saja apabila kamu mudah terbawa suasana sedihnya yang ada di film ini.

Berbeda dengan film pendahulunya, Stand By Me Doraemon 2 ini akan terasa lebih kompleks dari sisi cerita. Tapi dalam mengolah rasa, Stand By Me Doraemon 2 juga memiliki hal yang serupa. Hanya saja, film keduanya mengulik lebih dalam tentang hubungan dengan keluarga dan berdamai dengan diri sendiri. Sebagai sebuah sekuel, Ryuichi Yagi dan Takashi Yamazaki berhasil berada di posisi yang sama dengan sebelumnya. Bikin hati hangat nontonnya.



RAYA AND THE LAST DRAGON (2021) REVIEW: Misi Disney Memberikan Pesan Tentang Perdamaian

Disney kembali berusaha untuk merepresentasikan (baca: mengkapitalisasikan) kebudayaan yang ada di seluruh Dunia lewat karya-karya animasinya. Tujuannya (mungkin) mulia untuk bisa mengenalkan budaya tertentu yang mungkin belum pernah diketahui oleh orang sebelumnya. Sejak Moana yang sangat menitikberatkan nilai-nilai luhur budaya Polynesian di dalam filmnya. Mungkin belum seutuhnya benar dalam memberikan representasi, tapi Disney memiliki arah ke sana.

Kali ini, Disney menghadirkan kisah yang diambil dari kultur budaya Asia Tenggara. Bukan mewakili salah satu negara, tapi berusaha untuk menggabungkan budaya dari negara-negara tersebut.


Raya and The Last Dragon disutradarai oleh Don Hall yang pernah menggawangi Big Hero 6 yang juga mengangkat sedikit kultur asia. Serta, ada pula Carlos Lopez Estrada, sutradara yang pernah melahirkan kisah hebat dan penting dalam debutnya lewat film Blindspotting. Film ini juga dimeriahkan oleh pengisi suara dengan nama-nama besar seperti Awkwafina, Kelly Marie Tran, Gemma Chan, Benedict Wong, hingga Sandra Oh.


Usaha Disney untuk bisa memberikan sentuhan berbeda dalam karakter-karakter Princess Disney sudah ada sejak kemunculan Tangled. Di mana karakter perempuannya mulai sedikit mendominasi dan bisa mengambil keputusannya sendiri. Hal ini berkembang hingga titiknya adalah dalam film Moana di mana tak ada sedikit pun mengulik tentang problematika cinta dalam filmnya. Raya and The Last Dragon juga memiliki hal serupa di dalam filmnya. Fokus tentang bagaimana perempuan bisa menyelamatkan dunianya.



Begitulah yang terjadi dalam konflik yang diangkat di dalam film ini. Negara Kumandra yang ditinggali oleh Raya (Kelly Marie Tran) ini tak lagi bersatu. Negara Kumandra yang terdiri dari Heart, Tail, Fang, Talon,  dan Spine ini terpecah karena Dragon Gem yang disimpan di tempat milik Heart. Maka dari itu, untuk mengilangkan kebencian yang selama ini terjadi, Chief Benja (Daniel Dae Kim), ayah Raya, berusaha untuk mempersatukan kaum-kaum ini sehingga Kumandra menjadi satu lagi.


Tetapi yang terjadi malah terjadi pengkhianatan. Dragon Gem ini terpecah menjadi beberapa bagian yang disimpan oleh setiap kaum di dalam Kumandra. Hal ini mengakibatkan Druun datang kembali menyerang manusia dan mengubahnya menjadi batu. Hingga 6 tahun kemudian semenjak konflik ini berlangsung, Raya berusaha untuk menemukan kembali Naga terakhir untuk membantunya mengumpulkan kembali Dragon Gem yang terpecah dan membuat negara Kumandra bersatu kembali. Tetapi, yang terpenting bagi Raya adalah mengembalikan kembali sang Ayah yang terkena serangan Druun.



Kisah yang diangkat oleh Raya and The Last Dragon ini memang sangat khas Disney. Pernah dipakai oleh kisah-kisah Disney yang lain. Jadi, meskipun Raya and The Last Dragon ini tak diadaptasi dari kisah yang ada, tapi bukan berarti film ini sepenuhnya orisinil. Meski begitu, di kisahnya yang formulaik ini, Raya and The Last Dragon berhasil menjadi sebuah tontonan yang menarik untuk diikuti hingga akhir. Raya and The Last Dragon menjadi entry film animasi Disney yang ditangani dengan matang sehingga hasilnya pun solid.


Segala penuturan kisahnya berjalan lancar dengan berbagai filosofi tentang persatuan dalam perbedaan yang berusaha disematkan di dalam berjalannya plot di film ini. Pun, tetap diselingi dengan guyonan segar yang dengan Mudah membuat penontonnya tertawa. Inilah yang penting dalam Raya and The Last Dragon. Di mana kisahnya yang familiar ini berhasil dituturkan lagi dengan baik oleh Don Hall dan Carlos Lopez Estrada. Sehingga, mengikuti perjalanan Raya di 100 menitnya untuk mengumpulkan dragon gem di berbagai tempat ini akan terasa sangat mengasyikkan dan seru untuk dinikmati bagi penonton di semua kalangan usia.


Selain bagaimana penuturan kisah dan bagaimana kedua sutradara di film animasi ini berkolaborasi hingga menjadi harmoni, ada beberapa pesan simbolik lain yang berusaha disampaikan di dalam filmnya. ‘Misi penyelamatan dunia’ yang diangkat di film ini bukanlah usaha untuk memenuhi ego seseorang saja. Tetapi, dunia yang ditempati oleh banyak orang ini juga perlu usaha dari orang-orang lain dengan tujuan yang sama agar bisa ditinggali dengan damai.



Maka dari itu, kelima karakter yang ada di dalam film ini dan membantu Raya seakan memberikan pengertian tentang lintas generasi yang memiliki tujuan yang sama. Dari Raya, Namaari, Boun, Tong, hingga Noi adalah perwakilan dari setiap generasi dari Boomer hingga Gen Z. Seakan memberikan pengertian kepada penontonnya bahwa apabila setiap generasi memiliki tujuan yang sama tanpa adanya perasaan superior dibanding yang lain, sepertinya dunia akan lebih tentram. Begitu pula Druun yang menggambarkan tentang kebencian di dunia yang lahir dari manusia yang saling terpecah belah dan acuh atas satu sama lain. Memberikan pesan bahwa Druun yang mengubah manusia menjadi batu ini adalah hati mereka yang sudah sekeras batu dan mementingkan ego pribadi masing-masing.


Pun, setiap karakternya juga memiliki keberagaman dalam gender bahkan elemen dalam Dunia. Tak hanya manusia saja yang hadir sebagai makhluk hidup, tapi juga ada makhluk-makhluk lain yang sesungguhnya bisa hidup secara harmoni.


Pesan tentang perdamaian, tentang menjadi satu, adalah misi Raya and The Last Dragon dalam konfliknya. Semua elemen harus bisa berjalan beriringan dan saling mempercayai satu sama lain seperti kaum-kaum yang ada di film ini sehingga Kumandra bisa kembali Utuh. Pesan penting yang dituturkan secara simbolik ini dirangkum dengan sangat menyenangkan. Meski tidak dapat referensinya secara detil, pesannya pun tetap tersampaikan.



Untuk urusan representasi tentang negara Asia Tenggara di dalam Raya and The Last Dragon, mungkin para kreator menyematkan beberapa unsur dan menggabungkannya menjadi satu. Ini mungkin akan membuat representasinya sedikit kabur. Tapi, setidaknya lewat Raya and The Last Dragon, Disney mulai memunculkan awareness kepada dunia tentang eksistensi dari benua ini. Menjadikannya sebagai jalan pembuka tentang kultur Asia Tenggara lain yang menarik untuk diangkat di dalam film-film lainnya.


Sehingga, dengan segala pesan, kemegahan, dan keseruan dalam Raya and The Last Dragon, membuatnya menjadi salah satu Disney Canon terbaik di beberapa tahun terakhir ini. Bahkan, di antara kisah-kisah Disney Princess (bila mau disebut demikian untuk karakter satu ini) terbaru, Raya and The Last Dragon adalah yang terbaik yang pernah ada. Sebuah modern classic yang sayang untuk dilewatkan begitu saja! Bagus sekali!