• Kalo kamu memang Anak generasi 90an, pasti sudah memasuki fase di mana menunggu Doraemon dan Nobita Serta...
  • Daftar Album Lagu Ungu Religi Terbaru Komplit
  • Meski diangkat dari komik dari DC yang melahirkan beberapa manusia super kelas kakap seperti Superman atau Batman, tetapi tidak berlaku untuk film ini. Dia adalah Harley Quinn.

ONE FINE DAY (2017) REVIEW : Nuansa Baru tanpa Perubahan Baru

 
Screenplay Films memang sedang aktif-aktifnya untuk merilis filmnya. Di awal tahun, penonton di sapa lewat Promisedan London Love Story 2. Di kuarter kedua, penonton disapa lewat film horor dengan judul Jailangkung yang mendapatkan perolehan penonton yang cukup fantastis. Dan akhir kuarter tahun ini, screnplay berusaha untuk merilis film terbarunya dengan nuansa yang cukup berbeda dengan judul One Fine Day.

Tak bisa dipungkiri, kehadiran Screenplay Films dalam ranah perfilman Indonesia ini menjadi salah satu kompetitor yang kuat bagi rumah produksi lainnya. Mulai dari Magic Hour, Screenplay Films membuktikan bahwa mereka bisa membuat film yang laris manis di pasaran. Meskipun, formula yang dihadirkan oleh rumah produksi satu ini tetap sama dari satu film ke film lainnya. Tetapi, ada usaha untuk mengubah filmnya menjadi cinematic event yang akan dinanti segmentasinya.

Maka, datanglah One Fine Dayyang berusaha mendaur ulang formula usangnya dengan cara mengkombinasikan para pemainnya. Michelle Ziuditih, aktris favorit dari Screenplay Films ini disandingkan dengan aktor pendatang baru dengan fans range yang sangat besar yaitu Jefri Nichol. Serta, nama-nama yang belum pernah digunakan oleh Screenplay Films sebelumnya seperti Maxime Bouttier turut mewarnai film terbaru dari Asep Kusdinar ini.


One Fine Day berusaha memberikan nuansa yang berbeda dibanding dengan film-film Screenplay sebelumnya. Tetapi dengan Asep Kusdinar yang tetap berada di bangku sutradara, jangan harap ada perubahan signifikan dari One Fine Day ini. Dengan segala upaya membuat nuansa yang lebih ceria dan tata produksi yang lebih sinematik, Screenplay Films lagi-lagi tak berusaha memperbaiki bagaimana One Fine Dayharus diarahkan.

Inilah One Fine Day yang menceritakan tentang Mahesa (Jefri Nichol), orang asli Indonesia yang sedang merantau ke Barcelona. Kehidupannya di Barcelona memang tak semujur yang banyak orang bayangkan. Dia mengikuti minatnya untuk membuat band bersama teman-temannya sekaligus menipu wanita-wanita Barcelona untuk bisa bertahan hidup di sana. Hingga di suatu cafe, dia bertemu dengan wanita cantik bernama Alana (Michelle Ziudith).

Mahesa berusaha untuk mendekati Alana, tetapi dengan maksud yang lain. Dia tak ingin menipu Alana, tetapi Mahesa benar-benar jatuh cinta padanya. Meskipun, sebenarnya Alana ini sudah menjadi kekasih lelaki lain bernama Danu (Maxime Bouttier). Tetapi, Mahesa tetap berusaha mengejar Alana dan mereka pergi berdua secara diam-diam. Alana bisa bersenang-senang dengan Mahesa dan hal tersebut tak pernah dirinya rasakan ketika bersama Danu. 


Formula kisah ceritanya ini generik, kisah cinta ala-ala Screenplay Films dengan kemasannya yang hiperbolik. Belum lagi, One Fine Day dipenuhi dengan rentetan dialog-dialog khasnya yang sangat dramatis agar pas untuk dikutip untuk bahan gegalauan oleh segmentasinya. Plotnya sederhana, tetapi bagaimana Asep Kusdinar berusaha untuk memberikan banyak konflik di dalam ceritanya tak diimbangi dengan metode pengarahan yang benar.

One Fine Day hanya dipenuhi dengan fans service yang disasar benar kepada target segmentasinya. Eksploitasi yang dilakukan oleh Tisa TS di dalam One Fine Day adalah impian dan ambisinya tentang makhluk bernama laki-laki. Maka, di sepanjang 30 menit pertama One Fine Day, fokus utama dari film ini bukanlah plot cerita beserta bangunan konflik-konfliknya. Tetapi, fokusnya berubah ke bagaimana Jefri Nichol disorot habis-habisan untuk memenuhi impian para fansnya.

Asep Kusdinar menuruti setiap mimpi dan obsesi Tisa TS sehingga tak bisa memaksimalkan pengarahannya yang beberapa kali membaik di dua film Screenplay sebelumnya. One Fine Daypenuh akan lekuk tubuh dan wajah dari Jefri Nichol. Bermain terlalu asyik sendiri menampilkan paras Jefri Nichol yang sedang bercengkrama mesra dengan Michelle Ziudith agar setiap fansnya bisa terpuaskan. Juga keindahan kota Barcelona yang dipadupadankan bersama lagu-lagunya yang nuansanya pun dipaskan dengan keeksotisan kotanya. 


Tetapi, dengan begitu penonton akan mulai kebingungan dengan siapa itu Mahesa, Alana, Danu dan segala bentuk karakter yang ada di dalam filmnya. Belum baik menceritakan bangunan tiap karakter dan mengenalkan plotnya, konflik yang memperumit film datang bertubi-tubi ditambahi dengan pengenalan karakter lain. Ini adalah sebuah distraksi besar dari plot ceritanya yang seharusnya sederhana dan bisa berjalan lancar-lancar saja.

Mengikuti One Fine Day akan membutuhkan usaha yang luar biasa besar agar tahu tentang segala motif konflik dan karakternya. Penonton disuruh untuk meraba bangunan karakter dan plotnya dengan informasi-informasi yang tak sepenuhnya ada di sepanjang filmnya yang berdurasi 104 menit. Seharusnya, film dengan durasi sepanjang itu sudah lebih dari cukup untuk berusaha memberikan dasar-dasar cerita agar presentasinya semakin kuat. Tetapi, karena obsesi tersebut, One Fine Day tak bisa memberikan performanya yang maksimal. 


Memang, One Fine Daymemiliki nuansa yang berbeda dari film-film Screenplay sebelumnya yang tingkat dramatisasinya terlalu berlebihan. Tetapi, pengarahan One Fine Day tak benar-benar berbeda bahkan sedikit menurun performa pengarahan dari Asep Kusdinar ini. Penonton akan merasa ada beberapa adegan hilang di dalam filmnya sehingga harus mengkoneksikan sendiri setiap informasi dari filmnya. Inilah yang membuat One Fine Day tak memiliki performa yang maksimal meskipun sudah mencari atmosfir yang lain. 

PENGABDI SETAN (2017) REVIEW : Gubahan Baru Legenda Film Horor Indonesia



Inilah film horor terseram sepanjang masa yang diakui oleh beberapa pihak, Pengabdi Setan. Film ini dirilis pada tahun 1981 dan menjadi sebuah budaya pop Indonesia yang melekat. Banyak sekali orang yang membicarakan film ini yang sangat berhasil membuat setiap orang pada zamannya mendapatkan mimpi buruk paska menonton film ini. 37 tahun berselang, Pengabdi Setan mendapatkan kesempatan untuk dibuat ulang dan siap menghantui penonton di era milenial.

Joko Anwar yang telah bernegosiasi selama bertahun-tahun, akhirnya di tahun 2017 ini berhasil mendapatkan kesempatan untuk mengarahkan Pengabdi Setan yang baru ini. Sehingga, film ini jelas mendapatkan banyak sekali sorotan, terlebih bagi mereka yang telah menggantungkan keberhasilan film ini karena nama Joko Anwar yang terlibat di dalamnya. Tara Basro, Endy Arfian, Bront Palare, Dimas Aditya, dan nama-nama lainnya berhasil digaet oleh Joko Anwar di dalam proyek film ini.

Akan berat memang tanggung jawab dari Joko Anwar untuk menceritakan ulang Pengabdi Setan yang sesuai dengan versinya. Selain kredibilitasnya sebagai seorang sutradara, pamor dari film lamanya sendiri akan mempengaruhi penilaian penonton untuk membuktikan uji kelayakannya. Mengingat Joko Anwar pun pernah mengarahkan sebuah film horor pendek berjudul Grave Torture  dan rekam jejak film lainnya yang dekat genrenya, maka kepercayaan penonton terhadap presentasi Pengabdi Setan akan semakin tinggi.


Tak ada salahnya memang untuk percaya kepada Joko Anwar terhadap interpretasinya dalam menceritakan ulang Pengabdi Setan. Joko Anwar sebagai sutradara berhasil menyuguhkan sebuah film horor Indonesia yang sangat segar dan berhasil menumbuhkan mimpi buruk lama yang menyarang di otak penontonnya berhari-hari. Pengabdi Setan terbaru milik Joko Anwar ini berhasil memberikan sebuah standar baru yang sangat tinggi di film horor Indonesia.

Pengabdi Setan milik Joko Anwar ini memang bukan sekedar sebuah adaptasi film horor lama dengan cara yang malas. Joko Anwar tak serta merta menyadur dan memindahkan adegan demi adegan di film lama ke dalam proyek film terbarunya. Film ini berhasil memberikan kekayaan dalam menuturkan cerita, karakter, dan alasan-alasan dalam konfliknya yang membuat penontonnya berhasil menemukan jawaban di dalam konfliknya, bukan sekedar menakut-nakuti seperti film horor Indonesia pada umumnya. 


Dasar cerita Pengabdi Setan milik Joko Anwar ini masih memiliki kesamaan dengan film lamanya. Sebuah keluarga yang terkena teror setelah Ibu (Ayu Laksmi) mereka meninggal karena sudah sakit berkepanjangan. Rini (Tara Basro), Toni (Endy Arfian), Bondi (Nasar Annuz), dan Ian (Muhammad Adhiyat) hanya tinggal bersama Bapak (Bront Palare). Ketika sang bapak berusaha untuk mencari cara agar bisa membiayai keluarganya, teror datang menghampiri mereka.

Satu persatu anggota keluarga yang ada di dalam rumah tersebut mendapatkan teror yang semakin menjadi-jadi setiap harinya. Pada awalnya mereka tak menggubris teror-teror yang berdatangan tersebut. Mereka tetap tak menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan mereka agar bisa merasa tenang selama hidupnya. Hingga pada suatu hari mereka menemukan sebuah fakta bahwa arwah-arwah tak tenang ini adalah sosok Ibu mereka yang telah meninggal. 


Pengabdi Setan milik Joko Anwar ini bukan sekedar menyalin secara menyeluruh dan tak diolah lagi dari film terdahulunya. Apa yang dilakukan oleh Joko Anwar ini sebenarnya adalah berusaha untuk menginterpretasikan apa yang ada di dalam plot film terdahulunya. Meski dengan dasar cerita yang sama, tetapi Joko Anwar berhasil memperkaya apa yang tak ada di dalam film sebelumnya. Mengekspansi dunia yang ada di Pengabdi Setan terdahulu agar bisa memperkuat setiap alasan konflik dan pengembangan setiap karaktenya.

Inilah yang membuat Pengabdi Setan menjadi sebuah film horor yang begitu kuat, bahkan bisa dibilang melampaui film pendahulunya. Pengabdi Setan terbaru ini tak hanya menonjolkan bagaimana filmnya bisa menakut-nakuti penontonnya, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana setiap plotnya bisa bergerak. Membangun dasar cerita yang kuat sehingga menimbulkan alasan-alasan yang logis, memberikan elemen keluarga yang berhasil memberikan simpati penonton kepada setiap karakternya dan hal ini berpadu sempurna agar bisa memberikan horor atmosferik yang sangat kuat.

Misteri demi misteri akan tersebar di setiap menit film ini. Penonton tak sekedar menunggu untuk ditakut-takuti, melainkan penonton pun mulai ikut berinterpretasi tentang apa yang akan terjadi selanjutnya di dalam film ini. Hal ini efektif untuk membuat penonton ikut aktif mencari apa yang akan terjadi selanjutnya sekaligus memberi atmosfir yang mencekam sepanjang film. Dengan begitu, penonton akan siap-siap mendapatkan sebuah mimpi buruk setelah menonton film ini. 


Atmosfir mencekam sepanjang film yang dibangun begitu kuat akan memaksimalkan jump scares yang disiapkan begitu rapat oleh Joko Anwar. Sehingga, efeknya akan membuat penonton film ini berhasil teriak kencang ataupun terlonjak dari kursi bioskopnya. Ini juga dimaksimalkan lewat berbagai dukungan teknis yang tak digarap sembarangan. Mulai dari tata artistik, tata suara, hingga tata sinematografi benar-benar diperhatikan sehingga menimbulkan sebuah pengalaman menonton film horor Indonesia yang akan berbeda dengan film horor kebanyakan.

Ini yang akan jarang ditemui oleh penikmat film horor Indonesia. Di kala kebanyakan film horor Indonesia begitu sibuk menakut-nakuti penonton tanpa memperhatikan plot cerita yang generik, Pengabdi Setan memberikan fokus yang berbeda. Joko Anwar membuktikan bahwa horor sebagai salah satu genre di dalam film berhak mendapatkan cerita yang kuat dan tak generik. Juga, Joko Anwar dapat memperjuangkan hak penonton film horor yang butuh asupan segar dan berkualitas saat menonton. 


Dengan berbagai macam paradigma tentang film horor Indonesia mulai dari penuh adegan sensual hingga penuh cara menakut-nakuti yang murahan, Pengabdi Setan berhasil mengembalikan citra film horor Indonesia dan bahkan menetapkan standar yang sangat tinggi untuk film horor lainnya. Sebuah interpretasi yang begitu visioner dan kuat dari Joko Anwar yang membuat 104 menit Pengabdi Setan memiliki teror horor yang sangat maksimal. Bahkan, apa yang dilakukannya berhasil melampaui apa yang ditawarkan film orisinilnya. Salah satu film horor terseram di Indonesia, Predikat ini pantas mereka pegang!

WARKOP DKI REBORN : JANGKRIK BOSS PART 2 (2017) REVIEW : Euforia dan Nostalgia Film Indonesia

Tak disangka, Warkop DKI Reborn sukses menjadi film terlaris di tahun 2016 bahkan predikatnya pun menjadi film terlaris sepanjang masa. Dengan perolehan 6,7 juta penonton ini, jelas Warkop DKI Reborn adalah prospek yang sangat besar bagi Falcon Pictures untuk menelurkan karya-karya lainnya atas nama Warkop DKI. Sayangnya, di tahun 2017 ini, Warkop DKI Reborn tak menelurkan sebuah judul baru untuk dapat dinikmati oleh penontonnya. Melainkan ini adalah lanjutan dari bagian pertama yang diputus di tengah jalan.

Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss ini dibagi menjadi dua film yang saling berkesinambungan. Bagian keduanya dirilis tahun ini untuk menjawab apa yang selanjutnya terjadi di akhir film bagian pertama. Semangat nostalgia menjadi senjata utama dari Anggy Umbara untuk film-film Warkop DKI Reborn-nya ini. Senjata ini bisa digunakan dalam hal apapun, mulai dari konten hingga strategi promosi yang memang sudah terbukti efektif.

Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss Part 2 mungkin akan kesusahan sendiri untuk mencapai angka fantastis dari bagian pertamanya. Tetapi, penonton masih berbondong-bondong pergi ke Bioskop untuk mencari tahu kelanjutan cerita bagian pertama. Terpotongnya informasi dari bagian pertamanya ini mungkin akan membagi dua tipe penonton, yang penasaran dengan kelanjutannya atau malah merasa dicurangi karena tanggung jawab Anggy Umbara sebagai sutradara tak ditepati kepada penontonnya. 


Bagi yang penasaran, tentu akan berharap bahwa performa dari Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss Part 2 akan memiliki performa yang lebih baik. Ekspektasi seperti ini tentu akan muncul karena Jangkrik Boss bagian pertama hanya memberikan sebuah pengantar ceritanya saja. Sehingga, sisa plot dengan berbagai konfliknya tentu akan berada di bagian keduanya. Memang benar, apabila di bagian kedua ada banyak sekali konflik yang menjalankan filmnya sepanjang 98 menit. Tetapi, tak bisa dipuaskan secara keseluruhan filmnya sendiri.

Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss Part 2 ini memang tak bisa dikategorikan buruk. Ada beberapa hal di dalam film Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss Part 2 yang sangat perlu untuk diapresiasi. Tak hanya sekedar membangkitkan semangat nostalgia dari Warkop DKI saja, tetapi juga khasanah perfilman Indonesia. Tetapi, ada beberapa kelemahan yang membuat penontonnya juga akan ikut kelelahan untuk mengikuti tiap menit filmnya. 


Melanjutkan dari Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss Part 1 di mana Dono (Abimana Aryasatya), Kasino (Vino G. Bastian), dan Indro (Tora Wibowo) yang sudah pergi ke malaysia untuk menemukan harta karun. Di tengah perjalanannya, tasnya tertukar dengan milik seorang wanita bernama Nadia (Fazura). Dia adalah seorang ilmuwan di sebuah Universitas di Malaysia. Dono, Kasino, dan Indro berusaha pun meminta bantuan kepada Nadia untuk membaca peta harta karun tersebut.

Ditemukanlah bahwa peta harta karun tersebut berada di sebuah pulau tersembunyi di Malaysia. Berangkatlah Dono, Kasino, dan Indro dengan teman-temannya ke pulau tersebut untuk menemukan harta karun tersebut agar bisa menebus denda yang harus mereka bayar karena ulah mereka. Ketika sampai di sana, banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang menghantui mereka. Hingga mereka menemukan sebuah kebenaran dengan harta karun tersebut. 


Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss Part 2 berisikan banyak sekali letupan yang berusaha keras agar membuat penontonnya tertawa. Sehingga, sepanjang 98 menit durasinya penonton dihajar terus dengan berbagai setup comedy yang memiliki niatan menghibur penontonnya. Sayangnya, segala letupan bangunan komedi yang berusaha untuk dibuat oleh Anggy Umbara memang tak sepenuhnya tepat sasaran. Ada komedi yang dapat diterima, tetapi juga tak sedikit komedi yang malah tak tersampaikan dengan baik.

Begitu tumpang tindih set upkomedi yang disampaikan dengan menggebu-gebu oleh Anggy Umbara ini tak lain hanyalah untuk menggenapkan jumlah durasi sehingga menjadi satu film yang utuh. Inilah penyakit dari sebuah film yang dipaksa menjadi dua bagian yang berbeda. Dengan konflik yang harusnya berada di satu film saja, semuanya malah terkesan dipanjang-panjangkan. Beberapa adegan pun bisa dihilangkan demi penceritaan yang lebih efektif.

Tetapi, hal itu adalah keputusan dari sang sutradara sendiri dalam memilih. Di luar bagaimana presentasi film yang terbelah menjadi dua film yang tak efektif, Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss Part 2 memiliki poin yang perlu diapresiasi. Film arahan Anggy Umbara ini tak sekedar memberikan sebuah euforia atas ketiga komedian legendaris, tetapi juga kepada ranah perfilman Indonesia di era sebelumnya. Hal ini mungkin akan jarang ditemui di dalam film-film Indonesia lainnya. 


Menggunakan konflik dalam filmnya sebagai sebuah napak tilas ini menjadi sebuah cara yang menarik. Kapan lagi kita bisa melakukan perjalanan dari zaman ke zaman tentang film Indonesia dengan kemasan yang menyenangkan. Memberikan tribut kepada perfilman Indonesia pun bisa dilakukan dengan begitu festive dan tak melulu serius. Mengingatkan atau mungkin memperkenalkan kepada semua generasi era film-film Rhoma Irama atau bahkan Suzanna.

Dengan adanya sebuah perayaan tentang perfilman Indonesia, Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss Part 2 setidaknya memiliki nilai yang masih bisa diangkat. Selebihnya, Warkop DKI Reborn : Jangkrik Boss Part 2 seharusnya akan jauh lebih efektif apabila dirangkum menjadi satu film utuh tanpa dibagi menjadi dua bagian. Meski memiliki maksud untuk memberikan efek nostalgia, seharusnya efek tersebut akan bisa berdampak lebih masif lagi apabila tak menuruti ego dalam memenuhi kuantitas terlebih dalam jumlah penonton.